Umum

PENGANGGURAN DAN KEMISKINAN

Sebuah kata yang paling dibenci dan tidak disukai oleh semua orang adalah pengangguran. Semua orang tidak menginginkan menjadi pengangguran. Sehingga setiap orang berlomba untuk menghindarinya. Sebagai contoh, seorang sarjana lulusan perguruan tinggi akan pontang-panting memperjuangkan ijazahnya demi menghindari menjadi pengangguran. Bahkan ia akan menerima apapun pekerjaan yang ada sembari menungu pekerjaan yang lebih baik. Ia merasa malu dengan orang-orang disekitarnya jika menjadi seorang pengangguran.
Namun perjalanan hidup tidak semudah membalikkan telapak tangan. Meskipun para sarjana sudah berusaha sekuat tenaga untuk menghindar menjadi pengangguran, justru sebagian besar mereka terpaksa menerimanya meskipun ia berpendidikan cukup tinggi.
Pengagguran merupakan dampak langsung dari ketidakmampuan pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan. Bahkan pertambahan jumlah pencari kerja lebih cepat dari jumlah lapangan kerja yang tersedia. Melihat kemampuan pemerintah yang demikian terbatas dalam menyediakan lapangan pekerjaan menuntut seseorang harus aktf menciptakan lapangan kerja sendiri, terlebih bisa menciptakan lapangan kerja untuk orang lain. Sehingga kemampuan dan kreatifitas seseorang menjadi salah kunci penting dalam mengurangi jumlah pengagguran.
Secara teoritis dan empirik, berdasarkan penelitian sebelumnya, pengangguran bukanlah variabel yang dipengaruhi melainkan variabel yang menjadi sebab. Sebagai contoh kemiskinan adalah sebab dari pengangguran atau kemiskinan dipengaruhi oleh pengangguran dan bukan sebaliknya pengagguran dipengaruhi oleh kemiskinan. Begitu juga inflasi merupakan variabel yang disebabkan oleh pengangguran.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model penelitian yang paling cocok adalah kemiskinan dipengaruhi oleh inflasi dan pengangguran. Namun model penelitian seperti itu sudah sering diangkat. Pada lain hal ditemukan adanya indikasi bahwa pengangguran merupakan akibat dari kemiskinan. Penjelasan pernyataan tersebut adalah sebagai berikut.
Lebih tepat jika dikatakan bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah lingkaran yang akan berputar. Bisa saja pengangguran adalah akibat dari kemiskinan. Orang miskin akan sulit untuk mencari pekerjaan. Jika tidak mendapatkannya berarti ia menjadi pengangguran. Sementara itu orang miskin juga tidak sempat memperoleh pendidikan yang baik. Pekerjaan membutuhkan pendidikan yang orang miskin tidak mempunyainya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengangguran juga bisa diakibatkan oleh kemiskinan seseorang.
Sebagian mengatakan bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebuah lingkaran yang sulit terputus. Orang yang miskin akan menjadi pengangguran sehingga ia miskin. Lalu mereka melahirkan anak yang tidak mempunyai pendidikan. Akhirnya anaknya juga menjadi pengangguran karena tidak mendapat pendidikan yang baik lantaran orang tuanya miskin. Begitulah seterusnya. Ia tidal akan terputus kecuali dengan usaha yang sangat keras.
Hasil studi terhadap data BPS menunjukkan bahwa anggapan bahwa pengangguran dipengaruhi/disebabkan oleh kemiskinan dan inflasi adalah menunjukkan kebenaran. Bagaimana hal ini dijelaskan? Pengangguran ternyata dipengaruhi kemiskinan
Pemikiran hipotesis peneliti
Meski sudah dijelaskan bahwa bisa saja pengangguran adalah akibat kemiskinan, namun teori tersebut belum menyajiukan sebuah logika contoh yang menunjukkan hal ini bisa terjadi. Berikut ini disajikan contoh mengenai proses yang menunjukkan bahwa pengangguran disebabkan pula oleh kemiskinan.
Awal mula manusia hidup dan tumbuh berkembang dibahwah asuhan orang tua mereka. Perkembangan baik dan buruk tergantung orang tua mereka. Jika baik maka pertumbuhan dan masa depannya juga baik. Sehingga nantinya ia akan menjadi seorang yang sukses dan mempunyai pekerjaan yang layak. Kemungkinan menjadi pengangguiran juga akan kecil. Kesimpulan dari kondisi ini adalah kondisi berada atau mapan atau bisa kita katakan tidak miskin akan berpengaruh terhadap seseorang yaitu ia tidak menjadi pengangguran. Begitu pula kondisi sebaliknya. Semoga logika ini menjadi sebuah pandangan yang bermanfaat bagi pembuat kebijakan penanggulangan kemiskinan.
Studi terhadap data
Untuk membuktikan hipotesa tersebut digunakanlah data kemiskinan dan pengangguran. Analisis tidak sulit. Karena ini studi ekploratif maka tidak perlu menggunakan metoda yang rumit. Cukup menggunakan metode sederhana. Diharapkan setelah ini akan diperoleh penelitian lain yang lebih komplek guna menyelesaikan permasalahan kemiskinan.

Klik disini untuk mendownload materi selengkapnya


Oleh Eko Ibnu Syarif Al Idris

Polemik TKI Indonesia

Akhir-akhir ini masyarakat Indonesia kembali dibuat geram lantaran kembali terkuaknya kabar penganiayaan TKI di Saudi Arabia. Kasus Sumiyati, dan dua puluh ribu lebih TKI korban penganiayaan menjadi bukti lemahnya perlindungan yang diberikan pemerintah. Sementara itu pemerintah Arab, melalui kedutaan besarnya menyatakan bahwa sesungguhnya mereka tidak menerima segala bentuk penganiayaan. Hukum Arab juga tidak main-main terhadap pelaku penganiayaan. Lantas apa yang membuat para majikan tega melakukan tindakan yang tidak manusiawi itu?
Dari sisi hukum kita telah melihat ketidakseimbangan perlakuan yang diterima TKI Indonesia. Hal itu terlihat jelas dari jenis vonis hukuman yang dijatuhkan terhadap majikan yang melakukan penganiayaan. Kemudian dari sisi budaya kita akan mencoba melihat bagaimana para majikan memandang TKI. Artinya kita akan melihat bagaimana pandangan para majikan terhadap kedudukan pembantu rumah tangga mereka.
Dalam istilah islam, dikenal istilah budak. Budak mempunyai tugas melayani tuannya, dalam hal apapun termasuk kepuasan seksual. Sebagai gantinya seorang majikan berkewajiban memberi makan dan menjamin keamanan budak yang menjadi tanggungannya. Islam juga mengijinkan untuk memberikan pukulan, yang tidak melukai, kepada budak yang tidak patuh.
Pada masa sekarang, tidak sedikit orang yang menganggap pekerja rumah tangga sebagai budak. Memeperlakukan mereka seakan robot yang tidak kenal istirahat. Mengeksploitasi mereka tanpa memberikan perlindungan yang memadai. Sebagai contoh adalah kasus TKI yang sering dialami TKI kita. Tidak sedikit dari mereka yang bekerja hampir 20 jam per hari. Ini adalah bentuk eksploitasi pekerja karena jauh melampaui batas maksimal kerja. Perlakuan tersebut sudah membudaya dan dianggap lumrah bagi sebagian orang. Sehingga tercipta sebuah pemikiran bahwa pembantu mempunyai kedudukan yang sama dengan budak. Mungkin mereka juga beralasan bahwa islam tidak menghapuskan adanya budak. Atas dasar inikah majikan sekarang memperlakukan TKI seenaknya?. Menganggapnya sebagai budak sekaligus mempunyai hak terhadap mereka para pekerja.
Sekalipun majikan menganggap mereka sebagai budak, apakah tindakan penganiayaan yang mereka lakukan dibenarkan oleh islam? Bagaimana pandangan islam sendiri terhadap budak?
Islam sama sekali tidak membenarkan segala bentuk penganiayaan. Terhadap budak sekalipun. Makanya Rasululloh pun berpesan di akhir kehidupannya untuk berhati-hati terhadap budak setelah beliau memperingatkan manusia akan perkara sholat. Begitu agung ajaran islam. Ia tidak menghapus perbudakan yang telah ada bertahun-tahun di tanah arab. Namun ia juga memberikan pahala yang tiada terkira bagi siapa yang mau memerdekaan budaknya. Bahkan pernah sampai kepada kita sebuah cerita khalifah yang bersedia dibalas oleh budaknya akibat tindakan yang dinilainya salah. Begitulah pandangan islam terhadap budak, yang kedudukannya tentu tidak sederajat dengan orang merdeka.
Kemudian kita kembali kepada permasalahan inti, perlakuan para majikan kepada para pembantunya. Setelah kita mengetahui kedudukan dan penilaian islam terhadap budak, tentu lebih tidak tepat jika seorang pembantu yang kedudukan mereka sederajat mereka perlakukan dengan tidak semestinya. Bahkan lebih tidak pantas lagi jika mereka sampai menganiaya para pembantu mereka. Wallahu a’lam.


Oleh Eko Ibnu Syarif Al Idris

Petunjuk Cepat dalam Pengumpulan Data dan Informasi

Bagi seorang penentu kebijakan akan disibukkan aktivitasnya dengan berbagai data dan informasi. Lantas lebih penting manakah antara data dasar dengan data olahan? Data dasar dalam bahasa sederhana disebut sebagai data, sedangkan data olahan dalam bahasa sederhana biasa dikenal sebagai informasi. Lantas penting manakah data dengan informasi? Semua tentu menjawab informasi. Padahal informasi tidaklah lahir dari data dasar.
Dari proses itulah akan muncul pertanyaan bagaimanakah me;ahirkan sebuah informasi. Pencetak informasi itulah yang akan menentukan sebuah data, baik dan buruknya. Bisa saja informasi akan menjadi sampah jika diolah oleh orang yang tidak tepat. Sama halnya dengan mendidik dan mencetak seorang anak, jika tidak tepat akan melahirkan anak yang tidak berguna.
Kembali kepada permasalahan data. Sebetulnya datalah yang menentukan semuanya. Dari datalah sebuah informasi yang berguna dilahirkan. Dari datalah kebijakan yang jitu dapat tercipta. Namun juga dari datalah kebijakan yang amburadul mampu memporakpondakan sebuah sistem. Baik itu kenegaraan, masyarakat, maupun sebuah organisasi.
Kita bisa melihat beberapa contoh sebagai akibat dari kecerobohan seorang penentu kebijakan dalam membuat keputusan. Beberapa perusahaan di amerika tumbang, sebagiannya terseok-seok, akibat langkan yang diambil perusahaan tidak tepat. Kenapa keputusan yang kita buat berbuah kegagalan adalah karena kita tidak mampu bersikap cerdas dalam menanggapi sebuah data maupun informasi.
Lalu yang menjadi pokok perbincangan kita adalah bagaimana melahirkan sebuah informasi yang handal? Beberapa langkah yang tepat bisa menjadi tuntunan kita, terutama bagi stack holder, dalam mengolah data menjadi informasi yang selanjutnya dapat kita gunakan sebagai senjata ampuh untuk membuat sebuah kebijakan yang terarah. Beberapa langkah tersebut antara lain:
1. menentukan data yang kita perlukan
2. menentukan sumber data dan narasumber yang tepat
3. menentukan metode perolehan data yang efektif dan efisien bagi kita dan narasumber
4. melakukan verifikasi untuk memastikan kebenaran data yang diperoleh
5. melakukan penelitian mendalam terhadap data yang diperoleh
6. melakukan penarikan kesimpulan terhadap data dan informasi yang dihasilkan
Melalui langkah pertama, setidaknya kita telah meminimalkan pengeluaran biaya untuk mendapatkan data yang berguna bagi sebuah organisasi karena telah melakukan pembatasan terhadap jenis data yang akan kita cari. Dengan adanya pembatasan tersebut biaya akibat pencarian data yang tidak berdaya guna akan dapat kita simpan. Betapa banyak perusahaan yang rela membuang puluhan juta hanya untuk memperoleh data yang tidak memiliki manfaat. Dari sini dapat kita ketahui pentingnya menentukan jenis data dan informasi apa yang diperlukan sebuah organisasi atau perusahaan. Dalam hal ini seorang penentu kebijakan harus jeli mengamati dan menganalisa jenis data apa yang perlu diperoleh.
Sumber data dan narasumber sangat menentukan ketepatan sebuah informasi. Coba saja kita bayangkan manakala kita membutuhkan data tentang pelanggan listrik, yang kita datangi adalah kantor pencatatan sipil. Tentunya kita tidak akan mendapatkan informasi yang kita perlukan. Jangankan mendapatkan informasi, kita pun akan mendapatkan tertawaan karena tidak cerdik menempatkan segala sesuatu. Sumber data yang akan kita jadikan narasumber haruslah kompeten dan benar-benar menguasai bidangnya. Sekedar mengetahui tidaklah cukup memberikan kita informasi dan petunjuk yang tepat. Sebaliknya melalui narasumber yang kompeten, menguasai, dan jujur kita akan mendapatkan informasi yang tidak hanya valid, melainkan juga bermanfaat.
Langkah ketiga yang terkadang memiliki andil yang paling penting adalah pemilihan teknik mendapatkan data yang efektif dan efisien. Efektif dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber daya yang tepat guna. Efisien dalam kaitannya dengan penggunaan sumber daya yang sekecil mungkin.n informasi berkembang cepat dalam hitungan detik. Siapa yang menang dalam informasi dialah yang akan menguasai. Oleh karena itu kecepatan dan ketepatan akan sangat mahal dihargai dalam dunia globalisasi seperti sekarang ini.
Ketiga tahap diatas adalah kegiatan pra pendataan atau sebelum kita melakukan pencarian data dan informasi. Setelah informasi kita peroleh barulah kita berfikir bagaimana cara memanfaatkan informasi yang sudah mahal kita bayar. Setelah informasi kita peroleh hal yang perlu kita lakukan adalah memverifikasinya. Apakah benar data tersebut adalah hasil dari narasumber yang kita datangi. Apakah benar narasumber memberikan informasi yang benar.
Penelitian dan pengambilan keputusan, yang biasanya dilakukan oleh stake holder terkait, merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Perlu keahlian khusus untuk memberikan arahan bagaimana cara pengambilan keputusan dari sebuah informasi yang tepat. Beberapa teknik khusus dapat digunakan untuk stake holder gunakan sebagai bahan acuan. Semoga tulisan ini bermanfaat. Wallahu a’lam.


Oleh Eko hadi Nurcahyo, S.ST